Cara Meraih Surga Ibu


Syahdan, seorang laki-laki suatu ketika bertanya kepada Ibn Abbas RA, ''Saya meminang seorang wanita, tetapi dia menolak pinangan saya. Setelah itu, datang orang lain meminangnya, lalu dia menerimanya. Saya menjadi cemburu dan membunuhnya. Apakah tobat saya diterima?''

Ibn Abbas bertanya, ''Apakah ibumu masih hidup?'' Dia menjawab, ''Tidak.'' Ibn Abbas berkata, "Bertobatlah kepada Allah dan mendekatlah kepada-Nya semampumu." Atha' bin Yasar yang hadir ketika itu bertanya kepada Ibn Abbas, "Mengapa engkau bertanya kepada lelaki itu, apakah ibunya masih hidup?" Ibn Abbas menjawab, "Saya tidak tahu perbuatan yang paling mendekatkan (seseorang) kepada Allah SWT, melainkan berbakti kepada ibu." (HR Bukhari).

Demikian mulia kedudukan seorang ibu. Di antara bapak dan ibu, ibulah yang lebih berhak untuk menerima perhatian dari seorang anak. Tidak hanya itu, dalam sebuah sabda Nabi Muhammad SAW yang masyhur, ibu memiliki hak tiga kali lipat lebih besar daripada seorang bapak.

Ada beberapa alasan mengapa seorang ibu memiliki hak tiga kali lipat lebih besar daripada seorang bapak. Pertama, seorang ibu menanggung berbagai kesusahan, baik ketika mengandung maupun melahirkan. Bahkan, ketika anaknya sudah berumur empat puluh tahun pun, perhatian seorang ibu tidak pernah berhenti, ia terus mendoakan anaknya (QS Al-Ahqaf [46]: 15).

Kedua, kesusahan ketika mengandung itu bertambah dan semakin bertambah (QS Luqman [31]: 14).

Ketiga, kesusahan seorang ibu mencapai puncaknya ketika hendak melahirkan. Alquran memberi gambaran betapa sakit waktu melahirkan dengan ungkapan bahwa Maryam binti Imran menginginkan kematian atau menjadi barang yang tidak berarti (QS Maryam [19]: 23).

Keempat, setelah melahirkan, kewajiban ibu belum selesai. Ia harus menyusui dan merawat anaknya. Ia tidak akan pernah merasa tenang jika keselamatan dan kenyamanan sang anak terancam. Hal ini seperti ibu dari Nabi Musa AS ketika ia diperintahkan Allah untuk menghanyutkan anaknya di sungai (QS Alqashash [28]: 7-13).

Empat perkara ini cukup menjelaskan mengapa Allah dan Rasul-Nya menempatkan derajat ibu lebih tinggi daripada bapak. Bahkan, surga--sebagai sebaik-baik tempat kembali bagi manusia sesudah mati--diasosiasikan berada di bawah telapak kaki seorang ibu.



Semoga Bermanfaat

Cara Mengatasi Galau



Bagi kamu yang masih galau. Berikut cara sederhana untuk menghilangkan rasa galau kamu.

"Ustaz, akhir-akhir ini hati Bunda seperti terserang virus galau: tidak tenang, gelisah, makan tidak enak, bahkan tidur juga tidak bisa nyenyak. Sering marah-marah dan mudah emosi. Tolong nasihati Bunda, Ustaz ..!" keluh seorang  jamaah selepas halaqah Shubuh.

Rasanya keadaan ini lumrah terjadi terhadap siapa saja. Bahkan, boleh dibilang manusiawi. Setiap manusia pasti akan melewati fase spiritual yang fathroh (menyimpang) dari kelaziman ini. Sebenarnya banyak faktor mengapa keadaan fathroh ini bisa melekat begitu saja terhadap manusia. Salah satu di antaranya adalah ketidaksiapan hati dan tergerusnya akar tauhid.

Hati dengan wataknya yang labil (taqallub, seakar dengan kata qolbun, hati) seharusnya bisa ditundukkan untuk tenang atau tumakninah jika saja rangsangan di luarnya bersesuaian. Di antara rangsangan hati untuk bisa tenang, selalu diajak ingat kepada Allah, zikrullah. "Dan hati mereka menjadi tenang dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang." (QS ar-Ra'du [13]: 28).

Yang dimaksud akar tauhid adalah keyakinan yang sempurna kepada Allah bahwa semua keadaan terjadi atas izin dan pengetahuan Allah. Hati dan semua keadaan kita ada dalam pengawasan Allah. Tidak ada sedikit pun yang terlewatkan dari perhatian-Nya. Dia Maha Menatap dan Mahabijak. Mengapa tidak coba keluhkan di hadapan-Nya.

Pernah jamaahnya Ibnu Mas'ud RA mengeluhkan keadaan dirinya persis seperti Bunda di atas. Selepas taklim, jamaah tersebut merangsek ke hadapan sahabat Nabi yang mulia ini. Lalu Ibnu Mas'ud RA berpesan dengan tiga tempat yang harus didatangi.

Pertama, datangi majelis yang Alquran selalu diperdengarkan. Simak bacaannya dan jika mampu ikut bacaannya, niscaya kamu akan dapat rahmat ketenangan (QS al-Isra [17]: 82).

Kedua, datangi majelis ilmu yang para guru saleh menasihatimu dengan firman-firman-Nya dan sabda Nabi-Nya, niscaya ada tambahan ilmu yang mencerahkan. Al-'Ilmu nuurun, ilmu itu cahaya yang mencerahkan.

Ketiga, datangi alas sajadah di malam-malam munajatmu, niscaya keadaanmu meningkat dalam kedudukan yang semakin dekat dengan Sumber Ketenangan, Allah 'Azza wa Jalla (QS al-Isra [17]: 79).

Atas dasar itulah, "Cobalah Bunda mulai sekarang, sering mengeluh dan mengadulah kepada Allah, pemilik hati dan keadaan kita dengan belajar untuk istiqamah mendatangi ketiga tempat yang dipesankan Ibnu Mas'ud tersebut. Insya Allah ada ketenangan dan kebaikan yang dilimpahi keberkahan." Demikian pesan mengakhiri halaqah Shubuh di pagi itu. Wallahu a'lam.


Semoga Bermanfaat

Hal Yang Dibenci Allah



Allah menyebut Alquran dengan berbagai nama yang di dalamnya terkandung makna yang dalam. Salah satunya ialah Syifa’ (obat) dan Rahmah (kasih sayang).

Karena rahmah-Nya, maka Allah banyak memberikan petunjuk apa yang harus dilakukan dan dilarang-Nya. Petunjuk itu sebagai bentuk bahwa Allah tidak menginginkan hamba-Nya salah berbuat, bergelimang maksiat, serta melenceng dari syariat.

Dalam Alquran, bentuk kasih sayang dalam bentuk larangan dipaparkan Allah swt dalam surah Al-Isra, diawali dengan hubungan manusia dengan Allah (hablumminallah) yakni pembersihan akidah dan makna tersirat dalam La Ilaha illallah, disambung dengan hubungan manusia dengan sesama (hablum minannas).

Pertama, larangan mempersekutukan Allah (syirik), dalam (QS al-Isra: 22. Kedua, penghormatan terhadap orang tua (QS al-Isra: 23-24).

Ketiga, penunaian hak terhadap orang miskin, “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.” (QS al-Isra: 26).

Keempat, perintah jangan terlalu kikir, “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (QS al-Isra: 29).

Kelima, larangan membunuh anak, “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (QS al-Isra: 31).

Keenam, larangan berzina, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS al-Isra: 32).

Ketujuh, larangan membunuh seseorang, “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” (QS al-Isra: 33).

Kedelapan, larangan memakan harta anak yatim, “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.” (QS al-Isra: 34).
Kesembilan, larangan taqlid buta (mengikuti syariat tanpa dasar naqli yang jelas), “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS al-Isra: 36).

Kesepuluh, larangan sombong, “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS al-Isra: 37).

Kesepuluh larangan ini ditutup dengan penegasan bahwa Allah sangat membenci perbuatan tersebut jika kita melakukannya, “Semua itu kejahatannya amat dibenci di sisi Tuhanmu.” (QS al-Isra: 38). Semoga Allah menghindarkan kita dari sepuluh perbuatan di atas. Amin.


Semoga Bermanfaat

Wanita - Wanita Surga





Peran wanita dalam kehidupan sering dianggap remeh, bahkan banyak suami yang melakukan tindakan kekerasan kepada istrinya hanya karena hal yang sepele , wanita ditindas, dianiaya bahkan sampai dibunuh, seakan wanita merupakan makhluk yang tidak ada gunanya.

Ingatkah kita akan sejarah umat pada zaman jahiliyah? Ketika wanita tidak mendapatkan tempat yang terhormat, bahkan bila seorang wanita melahirkan bayi perempuan, sang bayi langsung dikubur hidup-hidup, wanita dianggap tak ada harganya, ditindas, dianiaya bahkan dibunuh.

Ada seorang lelaki yang tengah duduk di pojok Masjid Nabawi sendirian, lelaki itu bernama Umar bin Khattab. Ia  merenung, kemudian menangis, tak lama kemudian ia tertawa.

Para sahabat yang menyaksikan menjadi bingung. Mengapa Umar menangis kemudian tertawa? Begitu pertanyaan yang bergejolak di hati mereka. Mereka pun menghampiri Umar dan menanyakan mengapa ia menangis kemudian tertawa?

Umar menjawab, ''Aku menangis karena teringat pada masa jahiliyah. Aku membawa anak perempuanku yang masih kecil ke tengah padang pasir, aku menggali lubang kemudian aku kubur anakku yang masih kecil tersebut hidup-hidup...''

Umar melanjutkan, ''Ia menangis, meminta tolong tapi hatiku tak terketuk sedikitpun, sampai kemudian aku tidak mendengar lagi suaranya, menghilang...''

''Mengingat hal itu aku menangis. Padahal dalam Islam kedudukan wanita begitu dihargai, dihormati dan perannya pun mendapatkan posisi yang sangat tinggi, baik dalam keluarga, masyarakat maupun dalam Negara.''

Sedangkan yang membuat aku tertawa karena teringat pada masa jahiliyah dahulu. Aku melaksanakan perjalanan jauh, segala kebutuhan aku persiapkan dengan baik termasuk membawa patung yang terbuat dari roti.
Dengan harapan, bilamana aku berhenti di tengah jalan untuk beristirahat aku bisa menyembah tuhanku yang aku buat dari roti tersebut, namun kenyataan berkata lain.

Aku kehabisan bekal makanan dalam perjalanan, lalu aku makan sedikit demi sedikit tuhan yang terbuat dari roti tersebut. Mengenang hal itu aku tertawa alangkah kuatnya aku bisa memakan tuhanku sendiri.

Berkaca dari peristiwa yang dialami oleh Umar bin Khattab, pada zaman sekarang ini, tampaknya tidak banyak perubahan dengan zaman jahiliyah dahulu, wanita tidak dihargai, dilecehkan, dianggap remeh, seakan wanita adalah makhluk yang lemah tidak memiliki daya apapun.

Padahal di balik ciptaan Allah SWT tersebut terdapat potensi yang luar biasa. Wanita dapat melahirkan generasi yang qur’ani, wanita dapat mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang berkualitas.

Wanita dapat mengatur rumah tangganya dengan baik, wanita dapat mengatur segala kebutuhan suaminya di rumah, bahkan di balik kesuksesan suami, terdapat peran seorang istri (wanita) yang luar biasa.

Tentu saja ini memberikan ‘ibroh (pelajaran) buat kita, posisi wanita begitu terhormat di mata Islam. Adalah
salah bila kita memperlakukan wanita dengan semena-mena, menganggap kecil peran wanita.

Hal ini sangat dilarang Islam. Bukankah Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadits yang artinya: “Ada tujuh kewajiban seorang muslim terhadap muslim yang lainnya, diantaranya adalah memandang seseorang dengan pandangan terhormat.''

Bisakah kita memandang wanita dengan pandangan terhormat? Bisakan kita memperlakukan wanita dengan baik? Mampukan kita menghargai usaha dan jerih payah wanita?

Tentu saja harus bisa, wanita adalah pendamping hidup bagi laki-laki, wanita adalah penyempurna hidup bagi laki-laki, wanita adalah bidadari surga yang Allah turunkan ke muka bumi untuk mendampingi laki-laki. Wallahu’alam bish-shawab.


Semoga Bermanfaat

Koruptor Layaknya Dajjal


Kejujuran (shiddiq) adalah salah satu dari sifat agung Rasulullah Muhammad SAW. Kejujuran adalah mahkota kepribadian orang-orang mulia yang telah dijanjikan Allah akan memperoleh limpahan nikmat dari-Nya. Kedudukannya disejajarkan dengan para nabi (al-anbiya) dan dijadikan rujukan untuk menjadi teman dalam meningkatkan kualitas hidup.

“Dan barang siapa taat kepada Allah dan rasul-Nya, maka mereka bersama-sama orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, shadiqin, syuhada, dan orang-orang saleh, dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS an-Niza [4]: 69). Kejujuran adalah komponen batin yang memantulkan berbagai sikap terpuji yang akan menempatkan orang tersebut pada tempat kemuliaan (maqomam mahmuda). Mereka berani menyatakan sikap secara transparan, terbebas dari segala kepalsuan dan penipuan. Hatinya terbuka dan selalu bertindak lurus dan karenanya mereka memiliki keberanian moral yang sangat kuat. 

Seorang sufi terkenal al-Qusyairi mengatakan, shiddiq adalah orang yang benar dalam semua kata-kata, perbuatan, dan keadaan batinnya. Hati nuraninya menjadi bagian dari kekuatan dirinya. Karena dia sadar bahwa segala hal yang akan mengganggu ketenteraman jiwanya merupakan dosa.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari an-Nuwas bin Sam'an, dia berkata, "Saya bertanya kepada Rasulullah tentang dosa. Beliau bersabda, “Al-ismu maa haaka fii shodrika wa karihta an yaththoli'an naasu 'alaihi” (dosa ialah yang merisaukan hatimu dan kamu tidak suka jika orang lain mengetahuinya).

Dengan demikian, kejujuran bukanlah datang dari luar, melainkan bisikan hati yang secara terus-menerus mengetuk dan memberikan percikan cahaya Ilahi. Bisikan moral luhur yang didorong gelora cinta kepada Allah (mahabbatu lilllah). Kejujuran bukan sebuah keterpaksaan, melainkan panggilan dari dalam, sebuah keterikatan (aqad, i'tiqad).

Sedangkan, orang yang tidak jujur atau pembohong (kadzib) adalah orang yang menipu dirinya sendiri, menghancurkan atau menghapuskan seluruh nilai-nilai moral yang dimilikinya. Orang yang tidak jujur berarti tipikal manusia yang dengan teganya membunuh suara hatinya sendiri. 

Kita tidak pernah mendengar setan korupsi atau berzina karena setan tidak membutuhkannya. Tugas setan hanya menggoda manusia sehingga manusia yang korup atau berzina itu sesungguhnya lebih sesat dari setan. 

Karenanya, jangan beranggapan bahwa korupsi itu budaya atau sebuah lingkaran setan. Justru, mereka yang dalam hatinya masih ada nyala api shiddiq harus berupaya memutuskannya. Harus ada dalam pemikirannya untuk membenci dan memberontak bahwa korupsi dan koruptor itu tidak pantas dihormati.

Koruptor itu lebih buas dari binatang buas. Dia ibarat dajal yang menampakkan wajah malaikat, tetapi berhati iblis. Koruptor itu bukan hanya harus dihukum sebagai proses penjeraan agar kapok, melainkan seharusnya mereka itu dikucilkan secara sosial. 

Kiranya, setiap pribadi Muslim jangan terkena stigma berpikir bahwa korupsi itu sudah menjadi budaya. Tidak. Korupsi adalah sebuah kebatilan yang paling mungkar yang dapat kita berantas. Dan, itu bisa dilakukan bila dalam hati kita ada sifat shiddiq (jujur). Wallahu a'lam. 




Semoga Bermanfaat